Selasa, 10 Mei 2011

Hikmah Zakat/Infak/Shadaqah

HIKMAH ZAKAT

(Urgensi Zakat, Infaq & Shadaqah) 



Kita mengetahui bahwa Zakat adalah salah satu bagian dari rukun Islam yang lima, yang terkait dengan harta kekayaan. Kalau kita boleh membagi ibadah kepada tiga kelompok ; Pertama adalah ibadah jasmaniyah, ini dapat dikerjakan oleh semua orang. Kedua, ibadah maaliyah, ibadah yang terkait dengan harta kekayaan. Ini tidak bisa dilakukan oleh semua orang, tetapi bisa dilaksanakan oleh orang yang berharta untuk disalurkan kepada orang yang miskin. Ketiga, gabungan dari keduanya, yakni mempunyai fisik yang kuat dan sehat dan kantong yang cukup tebal juga, misalnya menunaikan ibadah haji.
Kata (term) Zakat dinyatakan dalam Al-Qur’an puluhan kali, yang sebagian di antaranya disebut bersamaan dengan perintah shalat. Jadi perintah menunaikan Sholat dan Zakat dari Allah Azza Wa Jalla kepada seorang muslim, laksana perintah yang “kembar” atau laksana 2 sisi dari sebuah mata uang yang tak terpisahkan untuk mengukur nilai keimanan dan ketaqwaan seorang muslim. Tidaklah sempurna iman dan ketaqwaan seorang muslim yang tekun beribadah shalat (hablumminallah saja), namun mengabaikan perintah menunaikan zakat yang sangat besar manfaatnya untuk kemaslahatan ummat (hablumminannas).
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapa pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 110)
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mu’min, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (al-Qur’an), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 162)
“Sesungguhnya Aku beserta kamu, seseungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan mengahapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Ku-masukkan kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir diantaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus” (QS. Al-Maaidah: 12)
“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman:”Siksaku akan Ku-timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”. (QS. Al-A’raaf: 156)
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At-Taubah: 11)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Allah yang mewajibkan kita menunaikan zakat.

Secara etimologis zakat memiliki banyak arti yaitu bersih, baik, berkah, bertambah, suci, tumbuh, tanpa cacat dan terpuji. Zakat dalam pengertian etimologis ini digunakan baik oleh Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Sedangkan menurut istilah fiqih zakat didefinisikan dengan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT untuk diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq) dengan beberapa syarat yang ditentukan. Oleh sebab itu, melaksanakan kewajiban membayar Zakat plus ber-Infaq dan ber-Shadaqoh menjadi suatu keharusan bagi seorang muslim untuk memantapkan kriteria bagi dirinya agar selalu berada pada jalan yang lurus, Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah Ayat 277, yang artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Secara umum zakat dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar, yaitu:
1.      Zakat Harta (al-maal), misalnya zakat emas, perak, hewan ternak, hasil tumbuh-tumbuhan (termasuk biji-bijian), harta perniagaan, stock barang dagangan, hasil tambang, penemuan harta terpendam. Di zaman sekarang, simpanan kekayaan dalam bentuk saham, deposito, tabungan, reksadana, emas batangan, bahkan penghasilan tetap (zakat profesi) wajib ditunaikan zakatnya.
2.      Zakat diri / per-kapita (al-nafs) yang di Indonesia populer dengan sebutan Zakat Fitrah, bagi setiap pribadi muslim dari bayi baru lahir (sebelum Idul Fitri) sampai orang tua jompo dan pembantu (hamba-sahaya) yang wajib ditunaikan zakatnya di bulan Ramadhan menjelang shalat Idul Fitri.
Pelaksanaan Zakat punya arti penting bagi seorang muslim agar ia tidak terlalu cinta kepada harta, meskipun harta itu dia sendiri yang mencarinya secara halal dan susah payah. Sikap cinta kepada harta memang merupakan salah satu sikap yang sangat sulit diatasi, hal itu karena sifat kikir telah mendarah daging pada diri suatu makhluk yang dinamakan manusia.
Allah berfirman dalam Surah Al-Ma’aarij Ayat 19-21 : “Sesunguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.”
Bagi kita, yang terbaik adalah berupaya menghilangkan sikap kikir itu, sehingga kita memperoleh keuntungan hidup, baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Hasyr Ayat ke 9 yang memuji kebaikan dan kedermawanan kaum Anshar kepada kaum Muhajirin sebagai pendatang baru di Madinah:
“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Sebaliknya bila seseorang tidak menunaikan zakat, maka ancaman dari Allah SWT amat mengerikan, sebagaimana firman Allah dalam Surah At-Taubah Ayat ke 34 – 35 :
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat)siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu di dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka lalu dikatakan kepada mereka : “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari yang kamu simpan itu.”
Kalau perintah Zakat sedemikian ditekankan untuk kita laksanakan dalam kehidupan ini, itu menunjukkan ada banyak hikmah yang amat penting bagi diri kita maupun bagi muslim yang lain dalam arti manfaatnya akan bisa dirasakan oleh muslim lainnya, bahkan bagi pencapaian tegaknya nilai-nilai Islam di muka bumi pada umumnya, dan di Indonesia pada khususnya yang dewasa ini keadaannya sangat menyedihkan. Dalam kesempatan yang baik ini, kita bisa menyimpulkan sekurang-kurangnya ada minimal tujuh hikmah Zakat yang bisa diperoleh.
Pertama adalah membersihkan jiwa, ini berarti orang yang melaksanakannya akan bersih dari ikatan duniawi dan tersucikan dari noda dan dosa yang berkaitan dengan harta, Allah berfirman :
“Ambillah zakat dari harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka.Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS : At-Taubah Ayat 103).
Karena itu ibadah zakat ini merupakan cara mendidik rohani yang sangat efektip dan pelakunya bisa memperkokoh kedekatan dirinya dengan Allah SWT. bukan dengan harta yang dimilikinya.
Kedua yang merupakan hikmah zakat adalah menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial. Persoalan umat sekarang ini terasa semakin besar dan sulit, salah satu sebabnya adalah semakin banyaknya masyarakat kita yang miskin, bahkan hidup dibawah garis kemiskinan. Desakan kebutuhan hidup karena kemiskinan dapat menimbulkan semakin terkikisnya keimanan dan taqwa. Rasulullah mengingatkan dalam salah satu hadits beliau : “Kefakiran itu cenderung mendekati kepada kekufuran”, maka tidaklah heran dalam kondisi krisis multi-dimensi dewasa ini, semakin banyak saja kasus-kasus kriminalitas yang terjadi, terpaksa menjual iman demi memperoleh makanan bagi anak dan isterinya. Bila saja kewajiban menunaikan zakat dilaksanakan dengan baik dan konsekuen, maka banyak persoalan umat dapat diatasi. Allah berfirman dalam Surah At-Takaatsur Ayat ke 1 – 3 ) :
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).”
Dengan adanya tanggung-jawab sosial yang besar, maka orang yang berkemampuan tidak segan-segan membantu dan menolong orang yang susah, fakir miskin dan golongan lemah lainnya.
Hikmah ketiga dari Zakat adalah memperkokoh kesempurnaan pribadi, hal ini karena, dengan zakat seorang muslim memberikan manfaat yang begitu besar bagi orang lain, sehingga dari segi ekonomi dan tanggung jawab sosial, seorang muzzaki (yang memberi zakat) sangat dirasakan manfaat keberadaannya oleh orang lain. Dalam kaitan ini Rasulullah SAW bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”.
Hikmah keempat dari zakat adalah menumbuhkan kesadaran dalam diri kita bahwa harta yang dicari dan dimiliki bukanlah tujuan akhir, tapi justru harta itu merupakan wasilah atau sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, bagi seorang muslim harta semestinya bukan faktor yang justru menyebabkan diri kita jauh dari Allah, tapi justru merupakan alat yang seyogyanya digunakan untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah. Itulah yang terjadi pada diri Siti Khadijah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Usman Bin Affan dan lain-lain. Dengan harta yang berkecukupan tapi di-infak-kan di jalan Allah, seorang muslim akan memperoleh pahala yang begitu besar, sehingga hubungannya dengan Allah akan semakin dekat. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah Ayat 261 :
“Perumpamaan (nafkah yang dibelanjakan) orang-orang yang menafkahkan harta di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat-gandakan (ganjaran)bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”.

Kelima yang merupakan hikmah dari zakat adalah menumbuhkan sikap tawwakal atau berserah diri kepada Allah. Hal ini merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap insan muslim, apalagi dalam perjuangan menegakkan agama Allah. Seorang muzzaki yang sejati akan percaya sepenuh hati kepada Allah dan lebih mempercayai apapun yang ada pada Allah ketimbang yang ada pada dirinya sendiri. Secara lahiriah, harta orang yang ber-infaq memang berkurang, tapi pada hakikatnya orang yang berinfaq dengan penuh keikhlasan justru meyakini sebaliknya. Lain halnya dengan harta riba yang nampaknya bertambah namun pada hakikatnya justru meruntuhkan nilai-nilai kemanusiaan.
Allah berfirman : “Dan sesuatu riba (tambahan)yang kamu berikan agar ia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)itulah orang-orang yang melipat-gandakan (pahalanya). (QS:Ar-Ruum : 39)
Keenam yang merupakan hikmah zakat adalah sarana untuk melahirkan dan memperkokoh masyarakat yang Marhamah, yang berdiri di atas prinsip Ukhuwah Islamiyah, sesuatu yang mutlak untuk diwujudkan bagi penegakkan nilai-nilai islami dalam kehidupan. Kesenjangan hubungan antara yang berkemampuan secara materi (harta) dengan orang-orang miskin perlu dijembatani. Bila tidak, maka ukhuwah yang sangat didambakan akan sangat sulit terwujud. Dengan menunaikan zakat, infaq dan shadaqah, Insya Allah kesenjangan sosial yang kian melebar dapat diatasi. Begitulah memang yang telah dicontohkan Rasulullah SAW di Al-Madinah Al-Munawaroh, beliau mempersaudarakan orang-orang Muhajirin (Makkah) dengan kaum Anshar (Madinah). Ini bukan berati yang miskin harus selalu bergantung kepada yang kaya, tapi yang kaya justru harus mampu mengangkat yang miskin ke derajat kehidupan yang lebih tinggi, hingga pada akhirnya si miskin bahkan mampu menjadi seorang muzzaki, bukan lagi menyandang predikat mustahik yang kekal abadi.
Hikmah ketujuh dari zakat juga adalah menumbuhkan dzikrul maut, atau ingat akan mati, hal ini karena perintah menunaikan zakat harus dilakukan se-segera mungkin bila sudah waktunya, jangan sampai ditunda-tunda. Bila pelaksanaannya ditunda-tunda, lalu kita sampai kepada ajalnya, maka yang timbul adalah penyesalan yang tiada terkira. Allah memperingatkan kita akan hal ini dalam salah satu firman-Nya :
“Dan belanjakanlah sebahagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, lalu dia berkata : “Ya Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS : Al-Munaafiquun : 10-11).
Dari beberapa hadits diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah melakukan mi’raj dari Masjid Al Aqsa ke Sidratul Muntaha (bagian teratas dari langit yang ke 7), beliau melihat langsung ada segolongan orang-orang yang hanya bercelana dalam sedang memakan buah berduri dan menelan api neraka jahanam beserta batu-batunya yang merah membara. Ketika Rasulullah bertanya kepada Malaikat Jibril ihwal yang dilihatnya, Jibril menjawab bahwa itulah keadaan orang yang semasa hidupnya melalaikan kewajibannya membayar Zakat.
Kemudian siapa-siapa yang berhak menerima Zakat?
Menurut Surah At-Taubah Ayat 60, ada 8 (delapan) golongan manusia yang berhak menerima zakat, mereka adalah : Fakir, Miskin, Amil Zakat, Muallaf, Riqab (budak yang akan dimerdekakan), Gharim (orang yang banyak hutang), Sabilillah dan Ibnu Sabil(musafir yang kehabisan bekal).
Khusus mengenai golongan (ashnaf) Fi Sabilillah, kalangan ulama besar yang diakui eksistensinya di dunia Islam semacam Syaikh DR. Yusuf Qadrawi dari Mesir, memberikan pendapat bahwa di zaman sekarang Fi Sabilillah dapat diqiyaskan sama dengan perjuangan di jalan Allah yang tidak sekadar melakukan perang secara fisik, namun setiap amalan untuk melaksanakan dan mempertahankan dienul haq yaitu Islam dari serangan musuh-musuh Allah berupa “ghazwul fiqri” (perang pemikiran/perang kebudayaan) yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Itu memerlukan usaha dan biaya untuk meredam dan melawannya. Maka tidak mengapa bagian untuk Fi Sabilillah dipergunakan untuk hal demikian.
Bila kematian kita sudah sampai dan hal itu memang suatu kepastian, maka salah satu yang harus mampu kita pertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT. adalah soal harta, dari mana harta itu kita peroleh, bagaimana cara mendapatkannya, halal apa tidak, dan untuk apa saja harta itu dibelanjakan, untuk hal-hal yang dibenarkan atau sebaliknya. Dan yang terpenting apakah atas harta itu sudah ditunaikan zakatnya atau belum.
Kewajiban membayar zakat yang belum dilaksanakan tidak pula bisa hapus meskipun kita direnggut kematian sekalipun, bahkan hal ini berlaku bagi para syuhada yang mati menegakkan agama Allah (syahid), sebagaimana hadits yang diriwayatkan Muslim dan Ibn Umar “Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali hutangnya.” Dan hutang zakat adalah hutang kepada Allah Azza Wa Jalla.
Akhirnya marilah kita berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita termasuk melaksanakan perintah Allah SWT untuk menunaikan zakat, infaq dan shadaqah teruma di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan maghfirah ini yang pada hakikatnya adalah untuk kepentingan kita pribadi untuk bisa meraih kebahagiaan dan kedamaian hidup baik di dunia lebih-lebih di akhirat nanti.
Semoga Amal Shalih dan amal jariyah yang telah ditunaikan oleh Bapak/Ibu akan mendapat balasan yang berlipat-ganda dan melimpah ruah dari Allah Azza Wa Jalla. Amin Yaa Robbal Alamiin.
Wassalam
Admin 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar