Muqaddimah
Kalau ada seorang penceramah berkata di atas mimbar: “Sungguh perbuatan syirik dan pelanggaran tauhid sering terjadi dan banyak tersebar di masyarakat kita!”, mungkin orang-orang akan keheranan dan bertanya-tanya: “Benarkah itu sering terjadi? Mana buktinya?”.
Tapi kalau berita ini bersumber dari firman Allah Ta’ala dalam al-Qur’an, masihkah ada yang meragukan kebenarannya? Allah ‘Azza wa jalla berfirman:
“Dan sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya (dengan sembahan-sembahan lain)” (QS Yusuf/12:106).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan arti ayat ini: “Kalau ditanyakan kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Siapakah yang menciptakan gunung? Maka mereka akan menjawab: “Allah (yang menciptakan semua itu)”, (tapi bersamaan dengan itu) mereka mempersekutukan Allah (dengan beribadah dan menyembah kepada selain-Nya) [1]
Semakna dengan ayat di atas Allah Ta’ala juga berfirman:
“Dan sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar) walaupun kamu sangat menginginkannya” (QS Yusuf/12:103).
Artinya: Mayoritas manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan bersunguh-sungguh untuk (menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak akan beriman kepada Allah (dengan iman yang benar), karena mereka memegang teguh (keyakinan) kafir (dan syirik) yang merupakan agama (warisan) nenek moyang mereka [2]
Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menegaskan hal ini dalam sabda beliau:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الأَوْثَانَ
“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allah Ta’ala)” HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dan dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani rahimahullah).
Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus ada dan terjadi di umat Islam sampai datangnya hari kiamat (Lihat kitab “al-‘Aqiidatul Islaamiyyah” (hal. 33-34) tulisan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah.)
Hakikat syirik
Perbuatan syirik adalah menjadikan syarik (sekutu) bagi Allah Ta’ala dalam sifat rububiyah-Nya (perbuatan-perbuatan Allah ‘Azza wa jalla yang khusus bagi-Nya, seperti mencipta, melindungi, mengatur dan memberi rizki kepada makhluk-Nya) dan uluhiyah-Nya (hak untuk disembah dan diibadahi semata-mata tanpa disekutukan). Meskipun mayoritas perbuatan syirik (yang terjadi di umat ini) adalah (syirik) dalam sifat uluhiyah-Nya, yaitu dengan berdoa (meminta) kepada selain Allah bersamaan dengan (meminta) kepada-Nya, atau mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada selain-Nya, seperti menyembelih (berkurban), bernazar, rasa takut, berharap dan mencintai. (Kitab “at-Tauhid” (hal. 8) tulisan Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan hafidhahullah.)
Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan hakikat perbuatan syirik yang diperangi oleh semua Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah Ta’ala, beliau berkata: “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya tauhid adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah. Inilah agama (yang dibawa) para Rasul ‘alaihis salam yang diutus oleh Allah Ta’ala kepada umat manusia.
Rasul yang pertama adalah (nabi) Nuh ‘alaihis salam yang diutus oleh Allah kepada kaumnya ketika mereka bersikap guluw (berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan) orang-orang yang shaleh (di kalangan mereka, yaitu) Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.. Allah berfirman:
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr [3] (Q.S. Nuh/71 : 23)
Padahal orang-orang semacam ini telah Allah terangkan dalam Al-Qur'an. Allah mengabarkan dalamFirman-Nya:
Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. az-Zumar/39 : 3).
Rasul yang terakhir (yaitu) nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dialah yang menghancurkan gambar-gambar (patung-patung) orang-orang shaleh tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Ta’ala kepada kaum (orang-orang musyrik) yang selalu beribadah, berhaji, bersedekah dan banyak berzikir kepada Allah, akan tetapi mereka (berbuat syirik dengan) menjadikan makhluk sebagai perantara (Washilah) antara mereka dengan Allah (dalam beribadah).
Mereka mengatakan: “Kami menginginkan dari perantara-perantara makhluk itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kami menginginkan syafa’at mereka di sisi-Nya” (Perantara-perantara tersebut adalah) seperti para malaikat, nabi Isa bin Maryam, dan orang-orang shaleh lainnya. Atau kalau di jaman sekarang seperti: Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Syaikh Manshur Cikaduen, Syaikh Asnawi Caringin dan Syaikh-Syaikh yang dianggap sholeh pada masa hidupnya. Perhatikan Firman Allah Subhanahu wat'alaa:
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?")* Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (QS. Yunus/10 : 18)
)* kalimat Ini adalah ejekan terhadap orang-orang yang menyembah berhala, yang menyangka bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafaat Allah.
Maka Allah mengutus nabi Muhammad untuk memperbaharui (memurnikan kembali) ajaran agama yang pernah dibawa oleh nabi Ibrahim as. (yaitu ajaran tauhid) dan menyerukan kepada mereka bahwa (bentuk) pendekatan diri dan keyakinan (seperti) ini adalah hak Allah yang murni (khusus bagi-Nya) dan tidak boleh diperuntukkan sedikitpun kepada selain-Nya, meskipun itu malaikat atau nabi utusan-Nya, apalagi yang selainnya”.[4] (para sahabat Nabi, para sultan, sunan dll).
Perbuatan-perbuatan syirik seperti ini sangat sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, bahkan perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang-orang di jaman Jahiliyah, sebelum datangnya Islam, masih juga sering terjadi di jaman modern ini. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata: “Perbuatan syirik yang terjadi di jaman Jahiliyah (juga) terjadi pada (jaman) sekarang ini:
Pertama, Dulunya orang-orang musyrik (di jaman Jahiliyah) meyakini bahwa Allah Dialah Yang Maha Pencipta dan Pemberi rizki (bagi semua mekhluk-Nya), akan tetapi (bersamaan dengan itu) mereka berdoa (meminta/menyeru) kepada para wali (orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada Allah ‘Azza wa jalla) dalam bentuk berhala-berhala, sebagai perantara untuk (semakin) mendekatkan mereka kepada Allah (menurut persangkaan sesat mereka). Maka Allah tidak meridhai (perbuatan) mereka menjadikan perantara (dalam berdoa) tersebut, bahkan Allah menyatakan kekafiran mereka dalam firman-Nya, (ayatnya telah ditulis di atas)
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka (sembahan-sembahan kami) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang pendusta dan sangat besar kekafirannya” (QS az-Zumar:3). Allah Ta’ala Maha Mendengar Lagi Maha Dekat, Dia tidak butuh kepada perantara dari makhluk-Nya. Allah berfirman:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah:186).
Kita saksikan di jaman sekarang ini kebanyakan kaum muslimin berdoa (meminta/menyeru) kepada wali-wali dalam wujud (penyembahan terhadap) kuburan mereka, dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah (bertawashul)
Maka berhala-berhala (di jaman Jahiliyah) adalah wujud dari para wali (orang-orang yang mereka anggap shaleh dan dekat kepada Allah ‘Azza wa jalla) yang telah wafat menurut pandangan orang-orang musrik (di jaman Jahiliyah), sedangkan kuburan adalah wujud dari para wali yang telah wafat menurut pandangan orang-orang yang melakukan perbuatan Jahiliyah (di jaman sekarang), meskipun harus diketahui bahwa fitnah (kerusakan/keburukan yang ditimbulkan) dari (penyembahan terhadap) kuburan lebih besar dari fitnah (penyembahan) berhala !
Kedua, Dulunya orang-orang musyrik (di jaman Jahiliyah) selalu berdoa kepada Allah Ta’ala semata di waktu-waktu sulit dan sempit, kemudian mereka menyekutukan-Nya di waktu lapang. Allah berfirman:
“Maka apabila mereka mengarungi (lautan) dengan kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya; kemudian tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)” (QS./29 al-‘Ankabuut:65).
Maka bagaimana mungkin diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berdoa kepada selain Allah dalam waktu sempit dan lapang (sebagaimana yang sering dilakukan oleh banyak kaum muslimin di jaman ini)? Contoh-contoh lain perbuatan perbuatan syirik yang banyak tersebar di masyarakat:
Mempersembahkan Salah Satu Bentuk Ibadah Kepada Selain Allah Ta’ala,
Seperti berdoa (memohon) kepada orang-orang shaleh yang telah mati, meminta pengampunan dosa, menghilangkan kesulitan (hidup), atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan, seperti keturunan dan kesembuhan penyakit, kepada orang-orang shaleh tersebut. Juga seperti mendekatkan diri kepada mereka dengan sembelihan qurban, bernazar, thawaf, shalat dan sujud… Ini semua adalah perbuatan syirik, karena Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS al-An’aam:162-163).
Mendatangi para dukun (ada dukun ashli, ada juga dukun yang berbalut sorban), tukang sihir, peramal (paranormal) dan sebagainya, serta membenarkan ucapan mereka.
Ini termasuk perbuatan kafir (mendustakan) agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR Ahmad(2/429) dan al-Hakim (1/49)
Allah Ta’ala menyatakan kekafiran para dukun, peramal dan tukang sihir tersebut dalam firman-Nya:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui”(QS al-Baqarah/2:102).
Hal ini dikarenakan para dukun, peramal dan tukang sihir tersebut mengaku-ngaku mengetahui hal-hal yang ghaib, padahal masalah ghaib ini merupakan kekhususan bagi Allah ‘Azza wa jalla:
“Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan” (QS an-Naml:65).
(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. (QS. Jin/71 : 26 – 27)
Selain itu, mereka selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam menjalankan praktek perdukunan dan sihir mereka, bahkan para jin dan setan tersebut tidak mau membantu mereka dalam praktek tersebut sampai mereka melakukan perbuatan syirik dan kafir kepada Allah Ta’ala, misalnya, mempersembahkan sesajen (air putih, air hitam, kemenyan), mempersembahkan hewan qurban untuk para jin dan setan tersebut, menghinakan al-Qur’an dengan berbagai macam cara (ditulis jadi wafak, digantung jadi jimat dll), atau cara-cara lainnya. AllahTa’ala berfirman:
“Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS Al-Jin/71 : 6).
Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang hal ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian berlebihan dan melampaui batas dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan dan melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam ‘alaihis salam, karena sesungguhnya aku adalah hamba (Allah), maka katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya” (HSR al-Bukhari (no. 3261).
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba yang tidak mungkin beliau ikut memiliki sebagian dari sifat-sifat yang khusus milik Allah ‘Azza wa jalla, seperti mengetahui ilmu ghaib, memberikan manfaat atau mudharat bagi manusia, mengatur alam semesta, dan lain-lain. Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan seandainya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku akan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS al-A’raaf/7:188).
Diantara bentuk-bentuk pengagungan yang berlebihan dan melampaui batas kepada Rasulullah Saw adalah sebagai berikut:
a. Meyakini bahwa beliau mengetahui perkara yang ghaib dan bahwa dunia diciptakan karena beliau Saw.
b. Memohon pengampunan dosa dan masuk surga kepada beliau Saw. Hal ini tidak boleh, karena semua perkara ini adalah khusus milik Allah Ta’ala dan tidak ada seorang makhluk pun yang ikut serta memilikinya.
c. Melakukan safar (perjalanan) dengan tujuan menziarahi kuburan beliau Saw, karena beliau Saw. sendiri yang melarang perbuatan ini dalam sabda beliau Saw.
“Tidak boleh melakukan perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil haram, Masjid nabawi dan Masjidil aqsha”.
Dan semua hadits yang menyebutkan keutamaan melakukan perjalanan untuk mengunjungi kuburan beliau Saw adalah hadits yang lemah dan tidak benar penisbatannya kepada beliau Saw, sebagaimana yang ditegaskan oleh sejumlah imam ahli hadits.
Adapun melakukan perjalanan untuk melakukan shalat di Masjid Nabawi maka ini adalah perkara yang dianjurkan dalam Islam berdasarkan hadits yang shahih.
d. Meyakini bahwa keutamaan Masjid nabawi adalah karena adanya kuburan Rasulullah Saw. Ini jelas merupakan kesalahan yang sangat fatal, karena Rasulullah Saw telah menyebutkan keutamaan shalat di Mesjid nabawi sebelum beliau wafat.
Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan kuburan orang-orang shaleh, yang terwujud dalam berbagai bentuk di antaranya:
a. Memasukkan kuburan ke dalam mesjid dan meyakini adanya keberkahan dengan masuknya kuburan tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani, (kerena) mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid (tempat ibadah)” (HSR al-Bukhari (no. 1265) dan Muslim (no. 529).
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian selalu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shaleh (di antara) mereka sebagai mesjid (tempat ibadah), maka janganlah kalian (wahai kaum muslimin) menjadikan kuburan sebagai mesjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari perrbuatan tersebut” (HSR Muslim (no. 532).
b. Membangun (meninggikan) kuburan dan mengapur (mengecat) nya.
Dalam hadits yang shahih Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengapur (mengecat) kuburan, duduk di atasnya, dan membangun di atasnya” (HSR Muslim (no. 970).
Perbuatan-perbuatan ini dilarang karena merupakan sarana yang membawa kepada perbuatan syirik (menyekutukan Allah Ta’ala dengan orang-orang shaleh tersebut).
Termasuk perbuatan yang merusak tauhid dan akidah seorang muslim adalah menggantungkan jimat, yang berupa benang, manik-manik atau benda lainnya, pada leher, tangan, atau tempat-tempat lainnya, dengan meyakini jimat tersebut sebagai penangkal bahaya dan pengundang kebaikan.
Perbuatan ini dilarang keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebda beliau: “Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka sungguh di telah berbuat syirik” (HR Ahmad (4/156) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “Ash-Shahiihah” (no. 492).
Perbuatan ath-Thiyarah/at-Tathayyur, yaitu menjadikan sesuatu sebagai sebab kesialan atau keberhasilan suatu urusan, padahal Allah Ta’ala tidak menjadikannya sebagai sebab.
Perbuatan ini juga dilarang keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebda beliau: “(Melakukan) ath-thiyarah adalah kesyirikan” (HR Abu Dawud (no. 3910), at-Tirmidzi (no. 1614) dan Ibnu Majah (no. 3538), dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “Ash-Shahiihah” (no. 429).
Demikian juga perbuatan bersumpah dengan nama selain Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Barngsiapa yang bersumpah dengan (nama) selain Allah maka sungguh dia telah berbuat syirik” (HR Abu Dawud (no. 3251) dan at-Tirmidzi (no. 1535), dinyatakan hasan oleh imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “Ash-Shahiihah” (no. 2042).
Nasehat dan penutup
Demikianlah sedikit dari contoh-contoh perbuatan syirik yang terjadi di masyarakat, yang ini semua seharusnya menjadikan seorang muslim selalu memikirkan dan mengkhawatirkan dirinya akan kemungkinan terjerumus ke dalam perbuatan tersebut. Karena siapa yang mampu menjamin dirinya dan keluarganya selamat dari keburukan yang terjadi pada orang-orang yang hidup disekitarnya?
Kalau Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja sampai mengkhawatirkan dirinya dan keluarganya terjerumus dalam perbuatan menyembah kepada selain Allah (syirik), sebagaimana doa yang diucapkannya:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (QS Ibrahim/14 :35)
Padahal beliau ‘alaihis salam adalah nabi mulia yang merupakan panutan dalam kekuatan iman, kekokohan tauhid, serta ketegasan dalam memerangi syirik dan pelakunya.
Maka tentunya kita lebih pantas lagi mengkhawatirkan hal tersebut menimpa diri kita, dengan semakin bersunggh-bersungguh berdoa dan meminta perlindungan kepada-Nya agar dihindarkan dari semua perbuatan tersebut dan sebab-sebab yang membawa kepadanya.
Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang mulia, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu yang aku ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui (sadari)” (HR al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 716) dan Abu Ya’la (no. 60), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah).
Juga tentu saja, dengan semakin giat mengusahakan sebab-sebab yang semakin memantapkan akidah tauhid dalam diri kita, yaitu dengan semakin semangat mempelajari ilmu tentang tauhid dan keimanan, serta berusaha semaksimal mungkin mempraktekkan dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber: www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar