Senin, 01 November 2010

Belajar Apa Dulu, Aqidah atau Fiqh ?

Kita semua telah tahu bahwa ber-Islam itu dimulai dari menuntut ilmu tentang Islam itu sendiri. Tidak langsung mengamalkan suatu amalan yang amalan itu mungkin belum jelas apakah ada dasarnya dari Al-Qur’an atau As-Sunnah. Dan juga tidak langsung berdakwah dengan ilmu yang pas-pasan. Lalu jika kita mau belajar Islam, sebenarnya apa yang harus kita prioritaskan untuk kita pelajari lebih dahulu?
Mari kita pikirkan sejenak! Agama ini datang dari Pencipta kita, dan disampaikan oleh RasulNya. Tujuan agama ini adalah menegakkan ibadah kepada Pencipta kita tersebut dengan cara-cara yang telah disampaikan oleh Rasulnya. Jadi sebelum kita belajar Islam lebih dalam, maka seharusnyalah kita mengetahui siapa Pencipta kita itu, dan bagaimana cara berinteraksi denganNya. Juga mengetahui siapa RasulNya dan bagaimana kita bersikap terhadap beliau.
Dua hal tersebut tercakup dalam ilmu yang disebut ‘aqidah. Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Jika ada orang yang berkata, “ Saya ber’aqidah begini”. Maksudnya adalah, ia mengikat hati terhadap sesuatu tersebut.  Singkat kata, ‘aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang.
Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Secara terinci, aqidah adalah rukun iman, yaitu iman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya dan kepada hari akhir serta kepada qadar yang baik dan yang buruk. Jadi, ilmu Islam yang harus kita prioritaskan untuk kita pelajari lebih dahulu adalah ‘aqidah.
Mungkin kita masih bertanya-tanya, mengapa demikian? Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:
 “Barang siapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An-Nahl : 97).
Pada ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa Ia akan memberi pahala kepada laki-laki dan perempuan yang beramal baik dan dalam keadaan beriman. Jadi, Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyaratkan keimanan bagi seseorang yang beramal baik agar orang itu diberi pahala.
Jika orang itu beramal baik yang banyak sekali, namun ia tidak mempunyai keimanan, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan memberi pahala  kepadanya. Maka keimanan tersebut merupakan syarat mutlak bagi seseorang jika ia ingin selamat dunia akherat.
Sedangkan tadi telah dijelaskan bahwa keimanan itu termaktub dalam rukun iman. Dan rukun iman itulah inti aqidah Islam. Maka inilah sisi pentingnya ‘aqidah Islam. Jika seseorang belajar tentang ilmu fiqh sedalam-dalamnya, kemudian ia beramal sebanyak-banyaknya, namun tidak pernah mempelajari ‘aqidah Islam, maka jurang kehancuran telah siap menelannya.
Sangat mungkin sekali ia berbuat syirik namun ia tidak pernah mengetahui hal tersebut, karena ia tidak mau mempelajari ‘aqidah Islam. Padahal ia telah beramal banyak. Karena keengganannya untuk mempelajari ‘aqidah Islam itulah, yang membuat ia terjerumus ke dalam perbuatan syirik, sehingga syirik tersebut membuat amalnya batal semuanya tak bersisa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya benar-benar akan terhapus semua amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS: Az-Zumar: 65).
Inilah pentingya ‘aqidah ! Dengan mempelajari dan menegakkan ‘aqidah Islamiyah-lah kita akan selamat dunia akhirat. Hal yang pertama sekali harus kita pelajari dalam ilmu ‘aqidah adalah tentang dua kalimat syahadat. Mengapa?
Secara akal, dua kalimat syahadat inilah yang bisa membuat seseorang dari kafir menjadi muslim. Maka sungguh aneh jika seorang muslim tidak pernah mempelajari kalimat yang dengannya kita bisa selamat dari neraka. Dan sungguh tergesa-gesa sekali jika kita meninggalkan kalimat syahadat, dan langsung mempelajari ilmu lain. Padahal kalimat inilah yang mengandung tauhidullah (pengesaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang merupakan tugas pokok para Rasul dari Nabi Nuh ‘alaihissalaam sampai  Rasul terakhir, Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
 “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah) itu.’.” (QS: An-Nahl: 36).
 “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelun kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘ Bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak  untuk disembah melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.’.” (QS: Al-Anbiyaa’: 25).
Dalam surat Al-A’raf, Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan bahwa Nabi Nuh, Huud, Shalih, Syuaib, dan lain-lain  itu sama semua seruannya, yaitu menyeru kepada penyembahan Allah Subhanahu wa Ta'ala semata (tauhid), yang artinya:
 “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan bagimu selainNya.”  (QS: Al-A’raaf: 59, 65, 73, 85).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ فَإِذَا قَالُوا لاَ إِلَهَ إِلاّ اللهُ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka menyatakan. 'tiada sesembahan yang hak melainkan Allah'. Jika mereka telah menyatakannya, niscaya darah dan harta mereka aku lindungi kecuali karena haknya dan hisabnya ada pada Allah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari dalil-dalil di atas, telah jelas bagi kita bahwa tugas inti dan yang paling pokok dari para Rasul Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah menyampaikan kalimat tauhid, menegakkan penyembahan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala saja. Jika kita tidak mempelajari aqidah, maka tujuan pengutusan rasul Allah pada diri kita tidak tercapai, dan akibatnya hanya akan menjadi kerugian pada diri kita suatu hari nanti.
Selain memang dakwah kepada tauhidullah itu adalah tugas inti dakwah para rasul, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjadikan penyampaian kalimat syahadat menjadi materi dakwah yang pertama kali harus diterangkan kepada umat.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu ketika beliau mengutusnya ke Yaman, yang artinya:
“ Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali dakwah yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa ilaaha illaLLaah “–dalam riwayat lain disebutkan: “Supaya mereka mentauhidkan Allah” - Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu dakwahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam….” (HR: Al-Bukhary dan Muslim).
Jika begitu, maka ilmu Islam yang harus kita prioritaskan untuk kita pelajari lebih dulu dan kita utamakan adalah ‘aqidah, khususnya tentang kalimat syahadat.
Maka jangan tunggu-tunggu lagi, mari kita pelajarilah rukun iman, koreksi pemahaman kalimat syahadat kita, bisa jadi belum sempurna. Tegakkan tauhidullah, sembahlah Allah Subhanahu wa Ta'ala  saja, jauhkanlah diri dari segala macam bentuk syirik dan segala macam penyimpangan dalam ‘aqidah. Jangan sampai keengganan kita untuk belajar ‘aqidah Islam menjadi bumerang bagi diri kita sendiri pada waktu menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala  nanti.

Wallaahu a’lam.  Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kita hidayah dan bimibingannya selalu.

Sumber: www.muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar