Rabu, 08 Desember 2010

Al-Haudh, Telaga Rasulullah Shallahu 'alaihi wasallam

Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.
Amma Ba’du:
Allah swt berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS. Al-Kautsar: 1-3).
Diriwayatkan oleh AL-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak yang telah dianugrahkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Abu Bisr berkata: Aku berkata kepada Abu Bisyar, sesungguhnya banyak orang yang mengatakan bahwa Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga?. Abu Sa’id berkata: Sungai yang terdapat di dalam surga itu termsuk salah satu bagian dari kebaikan yang berikan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW”.[1]
      Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Pada saat aku berjalan di dalam surga dan tiba-tiba aku berada di sisi sebuah sungai yang kedua sisinya adalah kubah-kubah permata yang melengkung. Aku bertanya: Apakah ini wahai Jibril? Dia menjawab: Ini adalah al-kautsar yang telah diberikan oleh Allah SWT bagimu dan ternyata tanahnya adalah minyak kasturi yang sangat wangi.[2]
Dan Al-kautsar ini memiliki dua pancuran yang mengalirkan air menuju haudh Nabi Muhammad SAW. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Dzar RA bahwa pada saat Nabi Muhammad SAW menyebut tentang AL-Haudh beliau bersabda: mengalir padanya dua pancuran dari surga dan barangsiapa yang meminum nya maka dia tidak akan lagi kehausan”.[3]
Di dalam riwayat yang lain Muslim menyebutkan: Terdapat di dalamnya dua pancuran air yang mengalir dari surga salah satunya pancuran yang terbuat dari emas dan yang lain dari perak”.[4]
Dan ketentuan tentang sifat haudh ini disebutkan dalam berbagai riwayat dari banyak shahabat Nabi Muhammad SAW, riwayat-riwayat tersebut sangat masyhur dan banyak bahkan disebutkan dalam berbagai kitab hadits baik riwayat-riwayat yang shahih, hasan, dan pada kitab hadits yang ditulis berdasarkan sanad-sanad dan kitab-kitab sunan. Haudh adalah tempat berkumpulnya air. Imam Nawawi rahimhullah berkata: Ini adalah penegasan bahwa haudh itu benar-benar ada seperti yang tersebut secara zahir (riwayat) sebagaimana ditegaskan sebelumnya dan pada saat sekarang ini dia telah diciptakan Allah SWT”.[5]
Syekh Utsaimin rahimahullah berakata: (Dan Haudh itu ada pada saat sekarang ini)[6] berdasarkan riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Uqbah bin Amir bahwa pada suatu hari Nabi Muhammad SAW keluar lalu shalat untuk mereka yang mati syahid pada perang Uhud, yaitu shalat seperti shalat mayit kemudian beliau mendatangi mimbar dan bersabda: Sesungguhnya aku akan mendahului kalian, dan aku adalah saksi bagi kalian serta sungguh aku sedang melihat kepada haudhku sekarang ini”.[7]
Dan diriwiyatkan oleh Al-Bikhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dan mimbarku di atas haudhku”.[8]
Oleh karena itulah bisa jadi haudh itu berada di tempat ini namun kita tidak menyaksikannya sebab dia termasuk perkara gaib dan bisa jadi mimbar tersebut akan diletakkan di atas haudh tersebut pada hari kiamat kelak.[9]
Adapun tentang airnya, warnanya lebih putih dari air susu dan rasanya lebih manis dari madu dan baunya lebih harum dari minyak kasturi.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Dzar bahwa pada saat Nabi Muhammad SAW menyebutkan tentang al-haudh beliau bersabda: Airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu”.[10] Di dalam Ashahihaini disebutkan: dan baunya lebih harum dari minyak kasturi”.[11]
Adapun bejana-bejana yang ada padanya bagikan bintang-bintang di langit, dan penjelasan ini didasarkan pada beberapa hadits yang disebutkan di dalam kitab ashahihaini[12] dan di dalam riwayat yang lain disebutkan: “Bejana-bejananya seperti bintang-bintang di langit”.[13]
Ini adalah lafaz yang paling global sebab maskudnya adalah bejana-bejananya seperti bintang-bintang di langit dari sisi jumlahnya, dan dari sisi sifatnya yang bercahaya dan mengkilap. Maka bejana-bejana yang ada padanya sebanyak dan bercahaya seperti bintang-bintang di langit, dan disebutkan di dalam sebagian riwayat yang shahih bahwa ceret-ceret minuman yang terdapat padanya terbuat dari emas dan perak.[14]
Dan luas haudh ini adalah, sepanjang perjalanan satu bulan dan selebar perjalanan satu bulan. Syekh Ibnu Utsaimin berkata: Hal ini menunjukkan bahwa bentuknya adalah bundar, sebab tidak mungkin dijelaskan dengan penyebutan sisinya seperti yang disebutkan di atas, kecuali jika bentuknya bundar, dan jarak ini seperti yang telah diketahui pada masa Nabi Muhammad SAW yaitu jarak yang diukur dengan kecepatan biasa perjalanan seekor onta[15]disebutkan di dalam ashahihaini bahwa sesungguhnya lebarnya sama dengan jarak antara Amman dan Ailah. Amman adalah sebuah kota di Balqo’ di negeri Syam dan Ailah adalah sebuah negeri di ujung laut Qalzum di ujung negeri Syam, negeri itu telah punah dan selalu dilewati oleh para jama’ah haji dari Mesir[16] Di dalam sebuah riwayat disebutkan: (Jaraknya adalah antara Jarba’ dan Adzrah). Keduanya adalah dua kampung di negeri Syam yang bisa dilalui dengan perjalanan tiga hari[17]. Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan: Ukuran haudhku adalah sama seperti ukuran antara kota Ailah dan Shan’a dari Yaman”.[18] Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan: Dan jarak antara kedua ujung haudhku adalah sebagaimana jarak antara shan’a dan Madinah”.[19]
Para ualma telah menyebutkan penafsiran tentang perbedaan-perbedaan riwayat yang menjelaskan tentang luas  dan panjang haudh Nabi Muhammad SAW. Di antaranya adalah bahwa Nabi Muhammad SAW diberitahukan tantang jarak yang pendek kemudian diberitahukan kembali tentang jarak yang panjang. Beliau memberitahukan hal itu seakan-akan Allah SWT memberikan anugrah kepada beliau bahwa haudh tersebut meluas sedikit demi sedikit, maka yang menjadi patokan dalam penjelasan ini adalah riwayat yang menjelaskan tentang sifat haudh yang paling panjang dan di dalam penjelasan yang lain disebutkan selain ini.[20]
Dan masa mendatangi haudh adalah sebelum melewati shirat sebab keadaan menuntut hal itu, sebab manusia sangat membutuhkan air minum di hari kiamat sebelum mereka melewati shirat, sebagian ahlul ilmi telah menguatkan penjelasan yang disebutkan ini, dan barangsiapa yang meminum dari haudh maka dia tidak akan pernah kehausan selamanya, berdsarkan apa yang diriwayatkan oleh  Abdullah bin Amru di dalam Ashahihaini:  Dan barangsiapa yang meminum darinya maka dia tidak akan kehausan selamanya”.[21]
Perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kita boleh meminum dari haudh Nabi Muhammad SAW:
Pertama: Berpegang teguh kepada kitab dan sunnah serta konsisten dengannya, menjauhi semua bid’ah dan dosa-dosa besar. Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya aku telah meninggalkan bagi kalian dua perkara yang mana kalian tidak akan tersesesat, yaitu kitab Allah dan sunnahku, dan dia tidak akan berpisah sehingga dia datang menuju haudh”.[22]
Diriwayatkan oleh Al-Bukahri dan Muslim dari Abi Sa’id Al-Khudri RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Aku akan mendahului kalian di haudh dan barangsiapa yang mendatangiku maka dia akan meminumnya, dan barangsiapa yang meminumnya maka dia tidak akan pernah haus selamanya, akan datang kepadaku sekelomopok kaum di mana mareka mengenalku dan aku pun mengenal mereka namun aku dihalangi dari mereka, lalu aku mengatakan: Sesungguhnya mereka ini dari golonganku, maka dikatakan: Sesungguhnya engkau tidak mengetahui perbuatan-perbuatan bid’ah yang mereka lakukan setelah dirimu meninggal, maka aku berkata:  menjauhlah, menjauhlah orang yang telah merubah din ini setelah kematianku”. Maka Ibnu Abi Mulaikah berkata: Ya Allah aku berlindung kepada -Mu jika kami terusir hina atau terfitnah sehingga jauh dari agama kami”.[23]
Ibnu Abdil Barr berkata: Setiap orang yang membuat-buat perkara baru di dalam agama maka dia termasuk orang-orang yang terusir dari Al-Haudh, seperti kelompok Khawarij, Rafidhah dan seluruh kelompok yang mengikuti hawa nafsu. Dan dia juga berkata: demikian juga orang-orang zalim, yang melampaui batas dalam berbuat kezaliman dan menghapus kebenaran, orang-orang yang dilaknat karena berbuat dosa-dosa besar. Dia berkata: Orang-orang yang seperti ini dikhawatirkan jika merekalah yang dimaksud dengan hadits ini. Allah A’alm.[24]
Kedua: Bersabar terhadap apa yang dialami oleh seorang mu’min berupa kekurangan dari harta dunia, dan dia mendahulukan orang lain dengannya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepada para shahabatnya dari kalangan Al-Anshor: Kalian akan mendapatkan sepeninggalku orang-orang yang lebih mementingkan duniawi, maka bersabarlah sehingga kalian menemui Allah SWT dan Rasul -Nya di saat berada pada Al-Haudh”.[25]
Ketiga: Menjaga wudhu’. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Hudzaifah RA bahwa pada saat Nabi Muhammad SAW menyebut tentang Al-Haudh beliau bersabda: Sungguh yang jiwaku berada di tangan -Nya, aku pasti akan menghalau sekolompok orang dari haudhku sebagaimana seorang lelaki menghalau onta yang bukan miliknya dari kolam tempat ontanya minum. Para shahabat bertanya:  Apakah engkau mengetahui kami pada saat itu?. Maka beliau menjawab: Ya, kalian akan mendatangi aku dengan penuh cahaya di kening kalian karena bekas air wudhu’ dan cahaya itu tidak terdapat pada orang selain dari kalian”.[26]
Ya Allah berikanlah kami minum dari haudh Nabi -Mu, dan jadikanlah kami sebagai pengikut sunnah beliau, ya Allah cucurkanlah kepada kami air minum dari tangan beliau yang mulia, yaitu minuman yang dengannya kami tidak merasakan kehausan selamanya, ya Allah kumpulkankanlah kami dalam kelompok beliau Muhammad SAW, dan jadikanlah kami sebagai pengikut beliau bersama para nabi-nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang yang shaleh, merekalah sebaik-baik teman bergaul.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
Sumber: www.islamhouse.co.id


[1] Al-Bukhari: no: 6578
[2] Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya: no: 6581
[3] Shahih Muslim: no: 2300
[4] Shahih Muslim: no: 2301
[5] Syarah shahih Muslim: 5/59
[6] Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah: 2/157
[7] Al-Bukhari: 6590 dan Muslim: 2296
[8] Al-Bukhari: 6588 dan Muslim: 1391
[9] Syarhul Aqidah Al-Wasithiyah: 2/157
[10] Muslim: no: 2301
[11] Al-Bukhari: 6579 dan Muslim: 2292
[12] Al-Bukhari: 6580 dan Muslim: 2303
[13]  Al-Bukhari: 6579 dan Muslim: 2292
[14] Shahih Muslim: 2303
[15] Syarhul Aqidah Al-Wasithiyah: 2/159
[16] Shahih Muslim: 2300
[17] Al-Bukhari: 6577 dan Muslim: 2299
[18] Al-Bukhari: 6580 dan Muslim: 2303
[19]  Al-Bukhari: 6591 dan Muslim: 2298
[20] Lihat: Fathul Bari: 11/472
[21] Al-Bukhari: 6579 dan Muslim: 2292
[22] Al-Mustadrok: 1/172 no: 319 dan dishahihkan oleh Al-Hakim
[23]  Al-Bukhari: 6593,6583-6584 dan Muslim: 2290
[24] Syarah shahih Muslim: 1/137
[25] Al-Bukhari: 3792 dan Muslim: 1854
[26] Muslim: no: 248

Kegiatan POSKAM 2008














Selasa, 07 Desember 2010

Kegiatan POSKAM 2009




Renungan Seputar Hari Asyura

Pada hari-hari ini umat Islam melewati kejadian besar yang berelevansi (berkaitan) dengan umat terdahulu yaitu hari Asyuro. Dengan senang hati dalam kesempatan singkat ini akan saya utarakan perkara-perkara yang saya pandangan penting, yang saya ambil dari sunnah Nabi Saw. terkait hari Asyuro ini.
1.      Hari Asyuro adalah kejadian bersejarah sepanjang perjalanan ummat manusia. Yang porosnya adalah peperangan antara keimanan dan kekafiran. Karenanya, ummat jahiliahpun memuasainya. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Aisyah –semoga Allah meridhoinya- bahwa bangsa Quraisy dahulu memuasai hari Asyuro di masa jahiliah."
2.      Hari Asyuro mengikat sebagian ahli iman dengan sebagian yang lain. Sekalipun berbeda bangsa, bahasa dan zaman. Mulanya adalah ikatan iman antara Nabi Musa dan orang-orang beriman yang ada bersamanya, kemudian meluas kepada siapa saja yang menyertai mereka dalam keimanan itu. Mendidik hati-hati kaum mukminin akan kecintaan dan kegelisaahan yang sama diantara mereka. Dengan memuasainya, manusia menjadi ingat kejadian bersejarah yang terjadi pada saudara-saudaranya sekeyakinan bersama Musa –alaihi salam- dahulu, bagaimana pelarian dan penderitaan mereka akibat penyiksaan yang diperbuat ahli kufur.
3.      Hari Asyuro menunjukkan bahwa sebagian nabi memiliki keutamaan yang lebih dibanding sebagian yang lain, sebagaimana yang disebutkan di dalam riwayat:
أَنَا أَوْلَى بِمُوْسَى مِنْكُمْ
"Aku lebih berhak (meneladani) Musa daripada kalian."
Loyalitas ini karena kesamaan keyakinan dan risalah (penugasan).
4.      Puasa Asyuro menunjukkan bahwa umat ini lebih berhak terhadap nabi-nabi dari umat terdahulu daripada kaumnya sendiri yang mendustakan mereka. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat hadits Nabi di dalam as Shahihain yang mengatakan:
أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْهُمْ
"Kalian lebih berhak kepada Musa daripada mereka."
Ini adalah diantara kelebihan ummat Muhammad di sisi Allah. Mereka nantinya akan menjadi saksi atas para nabi bahwa nabi-nabi itu telah penyampaikan agama (yang diembankan) pada hari kiamat.
5.      Hari Asyuro mendidik muslim atas persaudaraan di atas agama semata, karena itulah Nabi Saw. bersabda, "Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka."
Yang demikian tidak lain karena ikatan agama di antara kita; jika tidak, tentu Bani Israil lebih dekat kepada Musa –alaihi salam- dari sisi nasab (keturunan).
6.      Hari Asyuro mengingatkan penduduk bumi secara umum akan pertolongan Allah kepada para walinya. Hal ini memperbaharui dalam hati pencarian akan pertolongan Allah dan sebab-sebabnya disetiap tahun.
7.      Hari Asyuro mengingatkan penduduk bumi secara umum akan kekalahan yang Allah berikan kepada musuh-musuh-Nya. Hal ini memperbaharui dalam hati harapan dan membangkitkan optimisme.
8.      Hari Asyuro adalah bukti atas beragamnya pertolongan Allah kepada kaum muslimin. Bentuk pertolongan Allah tidak musti kekalahan musuh (dalam perang) dan perolehan ghanimah (harta rampasan perang). Tetapi terkadang pertolongan bentuknya kebinasaan musuh dan menyelamatkan kaum muslimin dari keburukan musuhnya, sebagaimana yang terjadi pada Musa –alaihi salam- dan sebagaimana yang terjadi pada Nabi Saw. pada perang Khandak.
9.      Hari Asyuro menekankan lagi kewajiban menyelisihi petunjuk orang-orang musyrikin, hingga dalam urusan ibadah. Penyelisihan itu ditunjukkan dengan:
a.       Ketika dikatakan kepada Nabi Saw.: "Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nasrani menjadikan Asyuro sebagai hari raya!" Nabi mengatakan, "Berpuasalah kalian pada hari itu."[1]
b.      Nabi Saw. memerintahkan untuk memuasai sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, dan disitu ada pembicaraan.
10.  Siapa yang merenungkan hadits-hadits hari Asyuro akan jelas baginya bahwa asal penyelisihan kaum muslimin terhadap kaum musyrikin adalah sesuatu yang telah menghujam pada diri para sahabat Nabi. Hal itu dibuktikan bahwa ketika mereka mengetahui puasa ahlulkitab bersamaan dengan puasa mereka, serta-merta mereka bertanya kepada Rasulullah Saw. dengan mengatakan: "Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nasrani memuasai hari ini!" Seolah mereka ingin mengatakan: "Wahai Rasulullah, Engkau mengajarkan kami menyelisihi kaum Yahudi dan Nasrani, sekarang mereka memuasainya, maka bagaimana kami menyelisihinya?"
11.  Hari Asyuro adalah bukti bahwa menjadikan suatu moment sebagai perayaan adalah kebiasaan sepesial kaum Yahudi sejak dahulu. Karenanya mereka menjadikan hari Asyuro sebagai hari raya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa –semoga Allah meridoinya-, dia berkata: "Dahulu penduduk Khaibar (Yahudi) memuasai Asyuro dan menjadikannya hari raya. Pada hari itu para wanita mengenakan perhiasan-perhiasan dan lencana mereka." [Hadits riwayat Muslim]
Adapun ummat ini, telah Allah tetapkan bagi mereka dua 'Id (dua hari raya, Idul Fitri dan Idulu Adha) tanpa ada yang ketiga.
12.  Hari Asyuro adalah bukti dualisme dalam kehidupan kaum Yahudi dan Nasrani, dimana mereka konsisten memuasai Asyuro padahal tidak diwajibkan dalam agama mereka. Mereka hanyalah meniru Nabi Musa –alaihi salam-, sementara perkara yang paling penting yang berkaitan dengan pokok agama dan peribadatan kepada Allah mereka tinggalkan yaitu mengikuti Rasulullah Saw..
13.  Hari Asyuro adalah bukti bahwa kewajiban dalam syari'at tidak dapat disebandingkan keutamaan dan kedudukannya (dengan ibadah lainnya). Oleh karenanya, ketika Allah mensyari'atkan (mewajibkan) ummat ini untuk berpuasa Ramadhan puasa Asyuru menjadi perkara yang dikembalikan kepada kehendak. Karenanya Nabi Saw. bersabda di dalam hadits Qudsi:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ
"Tidaklah seorang hamba mendekat kepadaku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada apa yang telah aku wajibkan atasnya" [Mutafak alaih]
14.  Hari Asyuro adalah bukti bahwa ibadah nawafil (sunnah) sebagiannya lebih tinggi derajatnya  dibanding sebagian yang lain. Penjelasannya: bahwa orang yang puasa Arafah dihapus dosanya setahun sebelumnya dan setahun setelahnya. Sedangkan puasa Asyuro hanya dihapus dosanya setahun sebelumnya. Orang beriman senantiasa mengupayakan yang lebih utama dan sempurna.
15.  Puasa Asyuro adalah bukti akan kemudahan agama. Hal ini sebagaiamana sabda Nabi Saw.,
فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَصُوْمَهُ فَليَصُمْهُ، وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَ فَليَترُكْهُ
"Siapa berkehendak memuasainya silahkan memuasainya dan siapa yang berkehendak meninggalkannya silahkan meninggalkannya." [Mutafak alaih]
16.  Puasa Asyuro adalah bukti atas keagungan Allah I. Dimana Allah memberi balasan yang besar atas amal yang sedikit. Dosa (kecil) setahun penuh dihapuskan hanya dengan berpuasa satu hari.
17.  Puasa Asyuro adalah bukti adanya naskh (penghapusan/pergatian hukum) dalam syari'at ummat Muhammad Saw. sebelum beliau wafat. Dimana pada mulanya puasa Asyuro diwajibkan kemudian diganti menjadi istihbab (disukai).
18.  Penetapan adanya Nask (pergantian hukum) puasa Asyuro atau hukum yang lain adalah bukti hikmah Allah I, dimana Dia menghapus dan menetapkan sehendak-Nya, mencipta dan memilih sekehendak-Nya.
19.  Puasa Asyuro adalah bukti bahwa rasa syukur direalisasikan dengan perbuataan sebagaimana dilakukan juga dengan ucapan hingga pada ummat terdahulu. Nabi Musa –alaihi salam- memuasai hari Asyuro adalah sebagai bentuk syukurnya kepada Allah Saw.. Inilah manhaj (perilaku) para nabi. Sebagaimana juga yang dilakukan oleh Nabi Dawud –alaihi salam- dan ditutup oleh Nabi Muhammad Saw. yang senantiasa melakukan shalat malam. Ketika ditanya tentang shalat malamnya beliau menjawab,
أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْداً شَكُوْراً
"Bukankah sudah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur." [Mutafakun alaihi]
20.  Siapa yang merenungkan hadits-hadits yang ada, jelaslah baginya bahwa orang yang tidak memuasainya tidak diingkari. Dahulu Ibnu Umar tidak memuasainya kecuali jika bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukannya. [Riwayat al-Bukhari].
21.  Puasa Asyuro merupakan pendidikan bagi manusia untuk berlomba-lomba dan bersaing dalam kebaikan. Setelah Nabi Saw. menjelaskan keutamaan Asyura, beliau mengembalikannya kepada kehendak pelakunya. Dengan demikian terlihatlah siapa yang berlomba memburu kebaikan dan yang tidak.
22.  Puasa Asyuro mendidik manusia akan adanya perbedaan perbuatan (aktifitas) dengan tanpa mengingkari sebagian yang satu dengan sebagian yang lain, selama perkaranya memang terbuka untuk berbeda. Karenanya dahulu sebagian sahabat memuasainya dan sebagian lagi tidak. Meskipun demikian tidak ada berita yang dinukilkan bahwa mereka saling menyalahkan atau menuduh (yang tidak melakukannya) lemah iman dan lain sebagainya.
23.  Puasa Asyuro adalah bukti bersegera dalam menyambut perintah Allah dan Rasul-Nya. Diriwayatkan dalam as-Shahihain dari hadits Salamah t, bahwa Nabi Saw. mengutus seorang lelaki untuk mengumumkan kepada manusia akan masuknya hari Asyuro, bahwa 'siapa yang sedang makan boleh meneruskan atau menghentikannya lalu berpuasa, dan siapa yang belum makan maka janganlah dia makan.'
Seruan itu disambut oleh para sahabat. Mereka tidak lagi bertanya-tanya atau mendiskusikannya, tetapi bersegera melakukannya. Karena itu wajib bagi seorang muslim dalam lakunya mengejawantahkan perintah-perintah Allah.
24.  Dahulu para sahabat Nabi y mendidik anak-anak mereka yang belum balikh untuk memuasai hari Asyuro, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ar-Robi' binti Ma'udz –semoga Allah meridhoinya-, dia berkata, "Kami memuasainya demikin pula anak-akan kecil kami." [Mutafak Alaihi].
25.  Upaya para sabahat Nabi –semoga Allah meridhoi mereka semua- dalam membiasakan anak-anak kecil mereka untuk berpuasa Asyuro adalah bukti bahwa seyogyanya syi'ar agama ditampakkan di tengah masyarakat, sekalipun kepada mereka yang belum terbebani melakukan kewajiban, agar terdidik untuk peduli dengan agama ini dan pemeluknya.
26.  Pendidikan yang sungguh-sungguh agar kuat bertahan dan bersabar. Karenanya para sahabat Nabi membiasakan anak-anak kecil mereka untuk berpuasa hingga ar-Rabi' binti Ma'udz –semoga Allah meridhoinya- berkata, "Jika salah seorang dari anak-anak yang berpuasa itu menangis karena lapar, kami beri dia mainan yang terbuat dari bulu." [Mutafak alaihi]
27.  Hari Asyuro menunjukkan bahwa berita yang datang dari Ahlulkitab dapat diterima, selama tidak bertentangan dengan syari'at kita. Hal itu ditunjukkan dari: hari Asyuro adalah hari dimana Nabi Musa (bersama pengikutnya) diselamatkan dari tenggelam di lautan, dan itu adalah berita ahlulkitab, meskipun Nabi Saw. bisa jadi diwahyukan akan kebenaran berita itu. Pada yang demikian itu termasuk keadilan walau dengan musuh sekalipun dan itu bukan suatu yang tersembunyi.
28.  Kita lebih berhak terhadap Nabi Musa daripada Ahlulkitab yang mendustakannya dari berbagai sisi:
-       Kita mepercayainya dan mengimaninya sekalipun belum pernah melihatnya. Berbeda dengan kaumnya yang mendustakannya.
-       Nabi Musa menyerukan tauhid (pengesaan Allah) sebagaimana yang diseru oleh Nabi kita Saw.. Bahkan tidak berbeda sedikitpun dari sisi ini.
-       Kita mempersaksikan bahwa Nabi Musa telah menyampaikan agama Allah yang menjadi tanggung jawabnya dan telah menunaikan risalah kerasulannya.
-       Kita tidak menyakitinya dengan celaan dan tuduhan. Berbeda dengan mereka yang mengatakan bahwa Nabi Musa aadar (berpenyakit kulit atau kelamin).
Firman Allah Swt.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; Maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan." (QS.al-Ahzab:69)
-       Kita bersaksi bahwa jika Nabi Musa hidup di masa Nabi Muhammad Saw., tidak ada pilihan baginya selain mengikuti Nabi Muhammad Saw..
-       Kita mengimani dengan apa yang dibawa oleh Nabi Musa –alaihi salam- dalam perkara aqidah (keyakinan) sekalipun kita belum pernah membaca atau mengetahuinya.
-       Kita bersaksi bahwa seluruh ummat Nabi Musa yang tidak mengikuti Nabi Muhammad Saw., Nabi Musa berlepas diri darinya.
-       Apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. dan yang dibawa oleh Nabi Musa –alaihi salam- berasal dari sumber yang sama sebagaimana yang dikatakan oleh An-Najasyi (raja Ethopia).
Inilah beberapa faidah dan renungan. Saya meminta kepada Allah semoga menjadikannya bermanfaat, dan senantiasa melindungi kita, menolong agama, al-Quran serta sunah nabi-Nya Saw..
Sumber: www.islamhouse.co.id


[1] Hari raya adalah hari kegembiraan yang diantaranya diisi dengan makan-makan. Dengan berpuasa berarti telah menyelisihi ahlulkitab.

Keutamaan Bulan Muharram


Hari-hari ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1428 Hijriah. Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan cepat, hari berganti hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan kalender Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah hitungan kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini. Beberapa hal yang seyogyanya kita jadikan renungan itu adalah :

1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah
Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada. Dia telah wafat, menghadap Allah Suhanahu wa ta’ala dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.
Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu, terkadang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.

2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur’an, sedekah dan dzikir kita menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan? Malam-malam yang kita lewati, lebih sering kita gunakan untuk sujud kepada Allah, meneteskan air mata keinsyafan ataukah lebih banyak untuk begadang menikmati tayangan-tayangan sinetron, film dan sebagainya dari televisi? Langkah-langkah kaki kita, kemana kita gunakan? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, lebih-lebih dalam suasana pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok.
Allah berfirman :
 يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18).
Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak.
Rasulullah saw bersabda : "Orang yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian".
Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata :
"Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah"

3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah, dimana terjadi bai’at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah. Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Qurais senantiasa mengintai beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?

4. Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum’at, melainkan hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani. Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum’at adalah sayyidul ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain). Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh ( tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada Kalender Islam ini.

5. Beberapa Keutamaan dan Peristiwa di Bulan Muharram
a. Bulan Haram
Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam Kalender Hijriyah, termasuk diantara bulan-bulan yang dimuliakan (al Asy- hurul Hurum). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram." (Q.S. at Taubah :36).
Dalam hadis yang dari shahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada keempat bulan ini Allah melarang kaum muslimin untuk berperang. Dalam penafsiran lain adalah larangan untuk berbuat maksiat dan dosa. Namun bukan berarti berbuat maksiat dan dosa boleh dilakukan pada bulan-bulan yang lain.
Sebagaimana ayat Al Qur’an yang memerintahkan kita menjaga Shalat Wustha, yang banyak ahli Tafsir memahami shalat wustha adalah Shalat Ashar. Dalam hal ini, shalat Ashar mendapat perhatian khusus untuk kita jaga.
Firman Allah : "Peliharalah segala shalat mu, dan peliharalah shalat wustha" (Q.S. al Baqarah :238) Nama Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Maka kembali pada permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, hal tersebut bermakna pengharaman perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah memiliki tekanan khusus untuk dihindari pada bulan ini.

b. Bulan Allah
Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah memiliki makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah, Rasulullah, Syaifullah dan sebagainya.
Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R. Muslim)

c. Sunnah Berpuasa
Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumul 'Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata Asyarah yang berarti sepuluh.
Pada hari Asyuro ini, terdapat sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro. Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya :
1.      Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda :“ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
2.      Ibnu Abbas ra berkata : "Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3.      Ibnu Abbas ra berkata :  Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari‚ Asyura, maka Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka menjawab :“ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah pun bersabda : "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian“ Maka beliau nerpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R. Bukhari dan Muslim)
4.      Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas ra berkata :
Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah pun bersabda :"Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“ (H.R. Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw. bersabda : "Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“
Selain hadis-hadis yang menyebutkan tentang puasa di bulan ini, tidak ada ibadah khusus yang dianjurkan Rasulullah   untuk dikerjakan di bulan Muharram ini.

Bagaimana Berpuasa di bulan Asyura ?  
Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan :
-       Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11)
-       Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits
-       Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja. Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua alasan sebagai berikut :
1.      Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)
2.      Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).
Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis  pada akhir hidup beliau sudah merencanakan
ryang shahih, dimana Rasulullah  untuk puasa pada tanggal 9. hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau juga memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi.
Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya, meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain. Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah saw untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin.

d. Diantara Peristiwa di Bulan Muharram
Pada tanggal 10 Muharram 61H, terjadilah peristiwa yang memilukan dalam  di sebuah tempatr cucu Rasulullah tsejarah Islam, yaitu terbunuhnya Husein  yang bernama Karbala. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Peristiwa Karbala”. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pendukung Khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin Mu’awiyah, meskipun sebenarnya Khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki pembunuhan tersebut.
Peristiwa tersebut memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja yang mengenang atau membaca kisahnya, , dan kita tentu mencintai danrapalagi terhadap orang yang dicintai Rasulullah  memuliakannya. Namun musibah apapun yang terjadi dan betapapun kita sangat , hal itu jangan sampai membawa kita larut dalamrmencintai keluarga Rasulullah  kesedihan dan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai bentuk duka dengan  yangrmemukul-mukul diri, menangis apalagi sampai mencela shahabat Rasulullah  tidak termasuk Ahli Bait (keluarga dan keturunan beliau). Yang mana hal ini biasa dilakukan suatu kelompok syi'ah yang mengaku memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap Ahli Bait (Keluarga Rasulullah), pdahal kenyataanya tidak demikian.

e. Adat Istiadat di Tanah Air
Pada awal Muharram, yang sering dikenal dengan istilah 1 Suro, di tanah air sering diadakan acara ritual dan adat yang beraneka macam bahkan tidak jarang mengarah pada kesyirikan, seperti meminta berkah pada benda-benda yang dianggap keramat dan sakti, membuang sesajian ke laut agar Sang Dewi penjaga laut tidak marah dan lain sebagainya. Hal-hal semacam ini harus dihindari oleh setiap muslim dimanapun mereka berada.
telah mengajarkan pada kita agarrRasulullah  memiliki jati diri sebagai seorang Muslim dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh budaya atau ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah. Ajaran yang dibawa Rasulullah telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk menambah atau menguranginya.
Karena sebaik-baik pedoman adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, yang tidak ada keselamatan kecuali dengan berpegang kepada keduanya dengan mengikuti pemahaman para sahabat, tabi'in dan penerus mereka yang setia berpegang kepada sunnahnya dan meniti jalannya, adapun hal-hal baru dalam masalah agama adalah sesat sedangkan kesesatan itu akan menghantarkan ke neraka, wal'iyadzubillah.
Semoga kita selalu diberi taufiq dan dibimbing oleh Allah swt. Kejalan-Nya yang lurus serta mendapatkan keridhaan dan ampunany-Nya, amin ya rabbal 'alamin.
Sumber: www.islamhouse.co.id